Bagaimana Isu Bisnis dan HAM Diatur dalam RANHAM 2021-2025?

Bagaimana Isu Bisnis dan HAM Diatur dalam RANHAM 2021-2025?

Jumat, 23 Jul 2021

Jakarta, ELSAM—Pemerintah dituntut untuk mengambil sejumlah langkah untuk melindungi masyarakat dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satunya melalui penyusunan Rencana Aksi Bisnis dan HAM yang dapat menjadi panduan baik bagi pemerintah sendiri maupun sektor bisnis melindungi HAM masyarakat terdampak.

Saat ini pemerintah memilih mengintegrasikan isu bisnis dan HAM ke dalam RANHAM daripada membuat RAN Bisnis dan HAM tersendiri.

Direktur Kerja Sama HAM Hajerati mengatakan, isu bisnis dan HAM dimasukan ke dalam aksi untuk empat kelompok yang menjadi sasaran RANHAM terbaru, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.

“Misalnya di (pengaturan tentang) hak perempuan. Di (pengaturan mengenai hak) perempuan itu ada aksi HAM-nya berupa penuyusunan kebijakan oleh pelaku usaha yang memuat perlindungan hak ketenagakerjaan perempuan,” kata Hajerati dalam diskusi RANHAM yang digelar ELSAM bersama Hukum Online, Kamis (15/7/2021) lalu.

Kemudian terkait hak anak, lanjut Hajerati, di dalam RANHAM terdapat aksi melaksanakan program menuju Indonesia bebas pekerja anak. Sementara untuk penyandang disabilitas, terdapat aksi untuk mencapai target kuota yang pekerja penyandang disabilitas di pemerintahan dan badan usaha negara, badan usaha daerah, dan swasta.

Adapun masyarakat adat di dalam RANHAM terdapat aksi mendorong partisipasi mereka dalam proses perijinan perusahaan perkebunan yang potensial berdampak bagi kelompok masyarakat adat.

“Jadi kita melibatkan masyarakat adat terkait misalnya dalam pembukaan lahan-lahan baru,” tambah Hajerati.

Deputi Direktur ELSAM Andi Muttaqien mengatakan, pengaturan bisnis dan HAM dalam RANHAM belum memadai.

Dari tiga pilar yang disebutkan dalam Prinsip-Prinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan HAM (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGPs) RANHAM hanya mengatur pilar pertama, yaitu negara.

Meski RANHAM menyinggung soal keharusan perusahaan memiliki standar kerja yang layak bagi perempuan, tapi tanggung jawabnya dilekatkan pada pemerintah.

“Dia (RANHAM) tidak secara langsung meminta bahwa bisnis melakukan langkah-langkah tertentu,” kata Andi dalam diskusi yang sama.

Seperti diketahui, UNGPs berisi tiga pilar. Selain menekankan kewajiban negara untuk melindungi HAM, terdapat juga peran binis untuk menghormati HAM dan tersedianya akses yang efektif bagi pemulihan korban.

Di dua bagian tersebut kata Andi RANHAM tidak berbicara banyak. “Ada sedikit disebut di dalam RANHAM ini.”

Andi mencontohkan, aksi pendekatan penyelesaian sengketa antara perusahaan dan masyarakat hukum adat. Disebutkan dalam RANHAM, penyelesaiannya harus didorong menggunakan jalur non-litigasi.

Dengan berbagai keterbatasan itu Andi menyarankan agar pemerintah membuat aksi yang lebih rinci untuk sektor bisnis dan bagaimana akses korban terhadap pemulihan lebih efektif. Salah satunya, lanjut Andi, pengaturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan uji tuntas HAM (human rights due diligence).

Dalam kesempatan yang sama Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Menda Majda El Muhtaj juga menekankan hal senada. Majda menangkap pengaturan bisnis dan HAM dan RANHAM masih belum jelas.

“Integrasi bisnis dan HAM masih dalam konteks taktis dan parsial, mekanisme (untuk aksi HAM) nya seperti apa ini masih belum jelas,” kata Majda.

Majda menyarankan agar pemerintah segera menyusun peta jalan bisnis dan HAM untuk lima tahun ke depan. Peta jalan tersebut kata Majda diperlukan untuk memperjelas langkah-langkah pemerintah dalam membentuk Rencana Aksi Binis dan HAM dan hubungannya dengan RANHAM yang ada saat ini.

“Sekarang sudah ada RANHAM, lalu RAN Bisnis dan HAMnya akan digodok seperti apa?” tanya Majda.

Perlu diketahui, pemerintah mengeluarkan RANHAM 2021-2025 pada 8 Juni 2021 lalu. RANHAM sendiri dibuat dengan tujuan untuk menjadi pedoman bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam menyusun, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Aksi HAM.

Selain melalui RANHAM, pemerintah juga sedang menggodok Strategi Nasional Bisnis dan HAM yang diharapkan dapat mengatur lebih jelas tentang isu bisnis dan HAM.

Putri Nidyaningsih

Diskusi selengkapnya dapat disimak di sini

 

 

 

A R T I K E L T E R K A I T

Senin, 12 Apr 2021
ELSAM, Bogor—Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerja sama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)...
+