Pengungkapan Kebenaran Terancam Berakhir Seiring Penetapan Hasil Pemilu 2024
Aksi Kamisan Tuntut Adili Jokowi dan Jenderal elanggar HAM. 📷 Tempo/Subekti

Pengungkapan Kebenaran Terancam Berakhir Seiring Penetapan Hasil Pemilu 2024

Minggu, 24 Mar 2024

Siaran Pers ELSAM Hari Kebenaran Internasional

Pengungkapan Kebenaran Terancam Berakhir Seiring Penetapan Hasil Pemilu 2024


Setiap 24 Maret, warga dunia bersama-sama memperingati International Day for the Right to the Truth concerning Gross Human Rights Violations and for the Dignity of Victims (Hari Internasional untuk Hak Atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran Berat HAM), atau dikenal dengan ‘Hari Kebenaran Internasional’. Hari Kebenaran Internasional secara resmi disahkan Majelis Umum PBB, sebagai penghormatan atas tewasnya Uskup Agung Óscar Arnulfo Romero, seorang pejuang HAM dan keadilan sosial, oleh pasukan pemerintah El Salvador pada 24 Maret 1980. Peringatan ini menjadi upaya komunitas internasional untuk tidak hanya sekedar mengenang dan menghormati korban-korban pelanggaran HAM yang berat dan sistematik, tetapi juga sebagai daya gerak untuk mempromosikan pentingnya hak atas kebenaran dan keadilan. 

Dalam konteks keadilan transisional, pengungkapan kebenaran memiliki posisi penting dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang berat. Negara mengemban kewajiban penuh untuk memenuhi hak setiap orang untuk mengetahui tentang peristiwa di masa lalu, berkenaan dengan tindak kejahatan keji yang dilakukan oleh negara. Negara wajib melakukan pengungkapan kebenaran yang menyeluruh dan efektif kepada para penyintas dan keluarganya sebagai bentuk dari pengejawantahan kewajiban negara dalam memelihara ingatan (state’s duty to preserve memory). Lebih lanjut, pengungkapan kebenaran harus diikuti dengan langkah-langkah yang dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban, melalui proses penegakan hukum dan pemulihan yang efektif, segera, dan menyeluruh.

Pengungkapan kebenaran juga merupakan salah satu agenda reformasi 1998, sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional, yang memberikan mandat pembentukan Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dua dekade lalu, mandat ini diwujudkan dengan pembentukan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) melalui pengesahan UU No. 27/2004, namun sayangnya baru seumur jagung, pada 2006 legislasi tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Upaya untuk membentuk kembali UU KKR, sebagaimana diperintahkan MK, selalu gagal dalam 4 periode pemerintahan pasca-reformasi. Justru kemudian dikerdilkan dengan pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat Melalui Mekanisme Non-Yudisial (Tim PPHAM), yang bentuk oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres No. 17/2023.

Meski dengan wewenang yang sangat terbatas, dalam Laporan Tim PPHAM tersebut diakui adanya distorsi sejarah sebagai akibat dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi, oleh karenanya dibutuhkan penulisan narasi sejarah baru Indonesia. Pengakuan ini semestinya ditindaklanjuti dengan pembentukan mekanisme pengungkapan kebenaran, untuk menghadirkan narasi sejarah baru, sebagai upaya menjamin ketidak-berulangan (non-recurrence) atas peristiwa yang terjadi. Selain itu juga diperlukan sejumlah langkah lain, yang mesti disiapkan secara sistematik oleh negara, seperti memorialisasi (pembangunan monumen/prasasti untuk mengenang suatu peristiwa tertentu), pembaruan dan pembangunan museum, juga perubahan kurikulum pendidikan sejarah. 

Sayangnya, berbagai agenda strategis untuk pengungkapan kebenaran, yang semestinya dapat dirampungkan, sebagai bagian dari proses transisi demokrasi, untuk mencapai tahap yang terkonsolidasi, sepertinya berakhir seiring penetapan hasil Pemilu 2024. Pemilu 2024 telah meruntuhkan tembok demarkasi antara masa lalu dengan masa reformasi, dengan kemenangan kandidat yang diduga menjadi bagian yang terlibat pelanggaran HAM yang berat di masa lalu, dengan sejumlah kasus yang telah diselidiki oleh Komnas HAM. Padahal, dikatakan Sekjend Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, “Kebenaran adalah kekuatan yang memberdayakan dan menyembuhkan”, tetapi sepertinya luka bangsa Indonesia akan terus menganga, dengan kegagalan agenda pengungkapan kebenaran. Sebelumnya Sekjend PBB Ban Ki-moon, juga menyebutkan, bahwa “Mengungkapkan kebenaran pelanggaran HAM masa lalu dapat membantu pencegahan pelanggaran HAM di masa depan”. Namun bagi Indonesia, pernyataan tersebut tampaknya juga akan menjadi agenda yang sulit untuk dapat diteruskan dan bisa dicapai, guna memastikan ketidak-berulangan atas peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Jakarta, 24 Maret 2024

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi: Wahyudi Djafar (Direktur Eksekutif ELSAM), telepon: 081382083993; Octania Wynn (Peneliti ELSAM), telepon: 081299242980; atau Parasurama Pamungkas (Peneliti ELSAM), telepon: 082232001783.

A R T I K E L T E R K A I T

Senin, 18 Sep 2023
Protes warga terhadap pembangunan Rempang Eco-City, sumber:ANTARA.
Kamis, 29 Feb 2024
Pemberian gelar kehormatan bagi Prabowo Subianto juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap gerakan Reformasi 1998
+